Polemik Perda Pariwisata, ‎Sikap Pemkab Rugikan Negara‎

DISKUSI: LBH Bekasi gelar diskusi terbuka terkait pro kontra Perda 3/2016, bersama para pelaku usaha, perwakilan ormas dan awak media, di rumah makan Warna-warni, Tambun Selatan, Kamis (14/12).

TAMBUN SELATAN – Tidak jelasnya penegakan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Bekasi nomor 3 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan, menyebabkan kerugian negara. Pajak dari sektor hiburan, kini tidak lagi bisa ditarik, sedangkan tempat hiburannya sendiri masih beroperasi. Padahal, persentase pajak dari sektor ini mencapai 30 persen. Hal tersebut terungkap dari hasil diskusi publik tentang penegakkan Perda Pariwisata yang digelar Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bekasi, Kamis (14/12).

Semula diskusi bakal dihadiri Kepala Dinas Pariwisata, Agus Trihono, Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Sunandar dan Kepala Satpol PP Kabupaten Bekasi, Sahat MBJ Nahor selaku petugas penegak aturan. Namun hingga diskusi usai, mereka tak kunjung hadir. Sedangkan, para pelaku usaha tempat hiburan yang hadir mengaku, ketidakjelasan penegakkan Perda Pariwisata itu membuat keberlangsungan usahanya terganggu. Di sisi lain, kesadaran mereka untuk membayar pajak justru ditolak Pemerintah Kabupaten Bekasi.

“Setiap bulan kami laporkan keuangan kami ke Pemkab lalu dihitung pajaknya. Namun sejak Maret 2016, Pemkab tidak menerima lagi pembayaran pajak. Itu sejak Perda Pariwisata mulai dibahas, sampai sekarang kami tidak menyetorkan pajak,” kata Nando, salah seorang pemilik usaha karaoke keluarga di Tambun.

Dia mengaku kerap membayar pajak paling sedikit Rp. 10 juta per bulan. Namun, dia meyakini, jumlah yang disetorkan tempat karaoke lainnya jauh lebih besar. “Ini karena kami kan bukan karaoke besar. Jadi aturannya itu untuk karaoke family pajaknya 25 persen dibayar per bulan. Sedangkan karaoke yang bukan family nilai pajaknya 30 persen,” jelasnya.

Seperti diketahui, Perda 3/2016 memuat tentang pelarangan tempat hiburan malam beroperasi di Kabupaten Bekasi. Hanya saja, sejak disahkan akhir tahun 2016, Perda Pariwisata tidak kunjung ditegakkan. Satpol PP sebagai instansi penegak perda selalu memiliki alasan untuk menghindar dari tugasnya tersebut.

Padahal, mereka telah berulang kali melayangkan surat teguran pada seluruh tempat hiburan, namun surat tersebut tidak pernah ditindaklanjuti secara jelas. Nando pun mengaku telah menerima surat peringatan hingga enam kali. “Itu mulai dari surat peringatan kesatu, kedua, ketiga kemudian balik lagi ke satu, kedua, ketiga. Jadi muter aja terus,” bebernya.

Setali tiga uang, pengelola usaha hiburan lainnya, Muklis, mengaku tidak lagi membayar pajak. Padahal, pendapatan pajak dari sektor hiburan cukup tinggi. Belum lagi jumlah tempat hiburan di Kabupaten Bekasi yang mencapai lebih dari 300 tempat usaha. “Jadi laporan dari bidang keuangan kami memang pajaknya tidak ditarik. Yang terdaftar di kami itu jumlahnya sekitar 300 lokasi,” ujar pria yang juga menjabat sebagai Ketua Tourism and Entertainment Bussiness Assosiation (TEBA) atau asosiasi tempat hiburan.‎

Ditegaskan Muklis, dalam pembahasan Perda, pihak pengusaha hiburan tidak dilibatkan. Dia mengaku sempat diundang DPRD Kabupaten Bekasi dengan tujuan pembahasan, namun pertemuan tersebut hanya berupa sosialisasi. “Tidak ada pembahasan karena cuma sosialisasi saja. Kemudian saat kami diundang itu tidak ada pembahasan soal pelarangan tempat hiburan beroperasi. Tapi saat disahkan, pasal soal itu kok muncul,” ucapnya.

Sementara itu, Direktur LBH Bekasi, Agus Rihat Manalu mengatakan, ada kerancuan dari Perda Pariwisata tersebut. Menurut dia, pasal yang melarang tempat hiburan beroperasi menuai polemik, apalagi pasal tersebut sempat hilang. Demi kepastian hukum, kata dia, Pemkab Bekasi harus membuka naskah akademik Perda tersebut.

“Pertanyaan besarnya itu, Perda kan sudah ditetapkan tapi kenapa justru tidak juga ditegakkan. Persoalannya dimana. Harusnya memang dari Pemkab Bekasi dan Satpol PP ini bisa menjelaskan disini tapi sayangnya mereka tidak datang. Perda ini sangat strategis karena berpengaruh pada banyak hal. Pajak tidak lagi masuk karena Perda tersebut, sedang tempatnya beroperasi. Kemudian Perda ada tapi tidak ditegakkan, investasi pun jadi terganggu. Jadi rekomendasi kami, jika tidak ditegakkan lebih baik dicabut. Tapi karena sudah ada Perdanya, maka wajib ditegakkan demi hukum,” tandasnya.(ONE)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*