Lalat Sampah yang Hasilkan Rupiah

BANTARGEBANG – Ada gula ada semut, sebuah ungkapan yang lazim dikenal. Tapi, di lingkungan Tempat Pembuang Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, ungkapan ini akan berubah menjadi ada gula ada lalat.

Ya, kehadiran lalat di tempat ini memberikan manfaat tersendiri bagi kelangsungan hidup perusahaan pengolahan pupuk organik milik Pak Wandi. Lalat adalah hewan yang identik dengan sampah. Masalah sampah menjadi masalah utama perkotaan di berbagai negara, termasuk Bekasi. 

Kehadiran sampah erat kaitannya dengan munculnya aroma tak sedap serta kehadiran lalat. Sebagian besar orang tentu jijik jika melihat lalat. Apalagi, saat bersarang di kumpulan sampah organik dan anorganik. Fenomena ada sampah ada lalat inilah yang  membuat Wandi terinspirasi melakukan penelitian sampah dan lalat. 

Lalat hitam (Hermetia Illucens) menjadi fokus penelitiannya. Ia menjadikan kehadiran lalat di hamparan sampah yang teronggok menjadi karunia. Demi lalat, ia menyisihkan waktu berburu berbagai teferensi ke berbagai negara. “Saya ke luar negeri, tujuannya ke toko buku cari buku tentang lalat,” kata Wandi. 

Wandi menceritakan, ia menemukan inspirasi setelah menelaah buku berjudul Flies karya Stephen A Marshall. Istilah yang tepat untuk jenis lalat tropis pengurai sampah pun ditemukannya, yakni black soldiers fly (BSF) atau tentara lalat hitam. ”Tentara lalat hitam menjadi panglima di tumpukan sampah,” ujarnya.

Lalu, dipilihlah ladang penelitian pengolahan limbah sampah rumah tangga dan kebun menggunakan BSF di area TPST Bantargebang. Perusahaan pengolahan sampah yang berada sekitar 30 kilometer dari Pusat Kota Bekasi ini merupakan perusahaan yang didedikasikan untuk Kota Bekasi dan masyarakat. 

Perusahaan pengolahan sampah miliknya inu, mengelola lahan seluas kurang lebih 2 hektare. Nantinya, perusahaan ini akan mempekerjakan puluhan pegawai. 

Maka, tak heran jika kehadiran limbah sampah rumah tangga dan pabrik di sekitar TPST menjadi masalah tersendiri. Dari situlah, Wandi berinovasi. Wandi kemudian memanfaatkan lahan seluas kurang dari dua hektare di dalam TPST Bantargebang. Ia mendirikan rumah biokonversi BSF. Rumah biokonversi BSF ini diklaim sebagai yang pertama di Bekasi. 

Menurutnya, BSF dalam mengolah limbah sampah dapat menghasilkan rupiah yang sangat besar. Tentu saja, bila berkembang ke depan. Karena selain mengurai sampah, sarana yang diciptakanya juga menghasilkan pupuk untuk tanaman dan sumber protein tinggi bagi pakan ternak. 

Hasil olahan BSF, Wandi mengatakan, memiliki kandungan protein larva mencapai 45 persen, lemak 35 persen, serta asam aminonya lengkap. Selain itu, BSF juga mengandung zat kitin yang baik untuk pupuk. Sisa larva BSF pun bisa dikembangkan menjadi bahan baku untuk komestik kulit. 

Proses penguraian limbah sampah oleh BSF berlangsung dalam dekomposer. Wandi mengatakan, telur yang menjadi larva lalat atau magot menjadi unsur penghancur utama. Waktu yang dibutuhkan pun cukup singkat, sekitar 30 hari. 

Selama proses ini berlangsung, Wandi mengatakan, tidak akan menimbulkan penyakit bagi manusia dan hewan. Selain itu, juga tidak menghasilkan limbah baru. “Pengolahan sampai dengan BSF 80 sampah tereduksi dan 20 persen menjadi manfaat. Ini zero waste,” katanya menegaskan.

Kehadiran BSF, menurut Wandi, dapat menjadi salah satu solusi mengatasi limbah sampah. Menurutnya, seekor lalat betina bisa menghasilkan telur hingga 500 butir. Setidaknya, dalam satu kali siklus kehidupan seekor lalat dalam sebulan, dari 2,5 kilogram sampah ia bisa menghasilkan 62,5 juta telur lalat. 

Sumber protein yang bisa menjadi pakan dari lalat ini terdapat pada fase larva. Menurutnya, pakan yang dihasilkan bila diberikan ke ayam dan ikan kemudian dimakan oleh manusia, kelak bisa menghasilkan orang-orang yang cerdas. 

Wandi sendiri menekuni bidang budi daya lalat hitam ini baru-baru ini. Dan, yang terlama ditelitinya adalah perkawinan lalat. ”Ternyata, lalat itu kawin di udara pada siang hari,” ujarnya. 

Yang menjadi masalah, Wandi mengatakan, adalah perilaku masyarakat yang membuang sampah. Menurutnya, masyarakat perlu diberi edukasi agar bisa memilah sampah organik dan anorganik. Bila ada yang membuang sampah sebanyak satu kilogram, maka akan menghasilkan 100 ribu ekor lalat bertebaran. 

Ia berharap, bila biokonversi BSF ini terus berkembang, lalat hitam akan menghasilkan rupiah. Di sisi lain, sampah yang selama ini menjadi momok perkotaan bisa teratasi. 

*Memberi Keuntungan*

Pengolahan lalat sampah di areal ini memberi keuntungan tersendiri bagi dirinya masyarakat luas. Setidaknya, ada dua keuntungan yang didapatkannya, yakni selain sebagai pupuk untuk kebun, juga untuk pakan ternak ayam dan ikan.

Bagi Wandi, kehadiran pupuk hasil olahan BSF yang baru berjalan akan meningkatkan produksi perkebunan. Selain itu, kualitas lahan kebun pun akan menjadi kuat. 

Ia mengatakan, uji coba pengolahan limbah sampah organik rumah tangga ini sudah dilakukan. Dan, hingga sekarang ini, sampah organik dari beberapa pasar dan rumah sudah diolah dengan memanfaatkan pasukan ‘tentara lalat hitam’ .

Menurutnya, hasil uji coba metoda biokonversi BSF terbukti mampu meningkatkan kandungan nitrogen (tanah) yang semula 0,2 meningkat menjadi 1,2 persen. Selain itu, tanah menjadi lebih gembur dan lapisan olahan yang semula 10 cm berubah menjadi 14 cm. (GUN)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*