JAKARTA SELATAN – Pansus Angket Pelindo II sambangi Gedung KPK untuk menyerahkan hasil audit investigasi BPK RI yang merupakan permintaan Pansus, Senin (17/7/2017).
Kedatangan Pansus Pelindo II yang dikomandoi Rieke Diah Pitaloka diterima langsung oleh seluruh pimpinan KPK.
“Ya kami barusan telah menyerahkan hasil audit investigasi BPK ke KPK. Audit ini merupakan permintaan kami, ” ungkap ketua Pansus Angket Pelindo II.
Kepada wartawan, Rieke menjelaskan, audit yang diminta meliputi perpanjangan kontrak JICT dan Terminal Peti Kemas Koja antara Pelindo II dan Perusahaan asing bernama Hutchinson, Proyek Kalibaru, dan Global Bond senilai Rp 20,8 triliun.
Ia menguraikan, BPK RI telah melaporkan hasil audit investigatif tahap pertama, terkait perpanjangan kontrak JICT, kepada DPR RI, cq Pansus Angket Pelindo II pada tanggal 13 Juni 2017.
“Kontrak pertama sebenarnya baru berakhir pada tahun 2019, dan jika tidak diperpanjang maka JICT seratus persen menjadi milik Indonesia,” terangnya.
Ditambahkan, BPK menengarai berbagai kejanggalan dalam proses perpanjangan yang dilakukan pada tahun 2015. Anehnya, sambung dia, perpanjangan kontrak sendiri tetap berlaku dari 2019 hingga 2039. Menurut BPK, terindikasi kuat telah terjadi pelanggaran yang berpotensi mengakibatkan kerugian negara hingga mencapai Rp 4,08 triliun.
Menurut Rieke, sebagai bentuk pelaksanaan Ketentuan Pasal 21 UU No 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, DPR RI telah lakukan pembahasan sesuai dengan kewenangannya. Hasil pembahasan temuan pemeriksaan Investigatif BPK RI atas perpanjangan Kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Pelabuhan PT Pelindo II berupa kerjasama usaha dengan PT JICT menyimpulkan bahwa telah terpenuhi dua unsur atas Tindak Pidana Korupsi, berupa adanya dugaan kuat penyimpangan atas Peraturan perundang-perundangan dan indikasi terjadinya kerugian keuangan negara sebesar US $ 306 juta atau sekitar Rp. 4,08 triliun.
“Pansus Angket DPR RI tentang Pelindo II mendukung KPK RI untuk menindaklanjuti dengan Proses Hukum Penyidikan, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Ayat (3) dan (4) UU No 15/2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan,” ujarnya.
Sebagai bentuk akuntabilitas penanganan Hasil Pansus Angket DPR RI tentang Pelindo II, kata dia, maka tindak pidana korupsi tersebut ditangani oleh KPK sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Selanjutnya, maka DPR RI sesuai dengan kewenangan konstitusional meminta kepada KPK untuk melaporkan perkembangan proses hukum kepada DPR RI. Pasal 8 Ayat (4) UU 15/2006 tentang BPK menyatakan laporan BPK menjadi dasar dimulainya penyidikan oleh lembaga yang berwenang dalam hal ini KPK.
Anggota Pansus Pelindo II, Daniel Johan pada saat pertemuan meyakini bahwa KPK tidak akan berhenti hanya pada pengungkapan QCC atau hasil perhitungan KPK dan ahli yang dilibatkan sebesar USD 3.629.922 atau sekitar Rp 47 miliar pada kasus ini).
“Saya yakin KPK serius dan mampu mengungkap dan menegakkan hukum pada kasus lainnya di Pelindo II yang merugikan negara triliunan rupiah.” tandaanya.
Pansus ujar dia, mendukung niat baik KPK untuk membentuk “Tim Khusus” yang terdiri dari KPK, BPK, dan PPATK untuk menghasilkan keputusan hukum yang konkret dan tegas terhadap siapa pun yang terlibat dalam kasus Pelindo II yang berpotensi merugikan negara, meliputi pengadaan barang, perpanjangan kontrak JICT, Terminal Peti Kemas Koja, Pembangunan Kali Baru dan Global Bond.
“Pansus siap bekerja sama dengan KPK, karenanya akan secara aktif berkomunikasi dengan KPK agar niat tersebut tidak sekedar menjadi wacana,” tutup Daniel Johan.(RED)
Leave a Reply