Pemasangan Garis Polisi di Plang PT Igata Dinilai Salah Kaprah

Foto Plang PT. Igata terpasang garis polisi.

BEKASI SELATAN – Saling klaim kepemilikan tanah di lahan Bengkong Kota Batam, berbuntut pelaporan dan pemasangan police line (garis polisi) oleh penyidik Ditkrimum Polda Riau atas tindakan PT Igata Harapan memasang plang pemberitahuan hak tanah miliknya yang saat ini dikelola oleh PT. Mitra Bintang Putra (PT. MBP) .

Andi Tajudin, selaku Direktur Utama (Dirut) PT. Igata Harapan yang juga Advokat dari LBH Benteng Perjuangan Rakyat mengatakan, apa yang dilakukan pihaknya sudah profesional dalam menjalankan tugas.

“Atas dasar apa mereka melakukan penyegelan terhadap papan pemberitahuan yang saya pasang. Ini salah kaprah,” ujar Andi Tajuddin dalam keterangan tertulis yang disampaikan, Jumat (03/12/2021).

Seharusnya, menurut Andi, apabila ada penyegelan atau garis polisi yang ditetapkan mereka (PT. MBP) tidak boleh melakukan pengerjaan apapun dalam wilayah obyek atau tempat tersebut.

Dia memaparkan, Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia serta berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Tujuan dari kegiatan garis polisi merupakan sebagai pedoman bagi petugas penanganan dan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) dalam melaksanakan tindakan pertama tempat kejadian perkara dan pengolahan TKP.

“Bagi saya selalu advokat, kegiatan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum tidak mendasar. Kita ini sama, mulai dari jaksa, kepolisian, advokat. Kalau advokat memang tidak punya hak dalam hal penyidikan, namun di mata hukum kita sama,” bebernya.

Menyikapi penyegelan papan plang milik PT Igata Harapan oleh penyidik Ditkrimum Polda Riau, Direktur LBH Benteng Perjuangan Rakyat Andi Muhammad Yusuf SH mengatakan, bahwa pemasangan garis Polisi merupakan suatu perintah dari Undang Undang dalam rangka penyidikan tindak pidana yang diawali dari TKP.

“Berupa pengisolasian TKP dari pihak manapun agar TKP steril (tetap apa adanya) pasca kejadian. Digunakan untuk membatasi suatu area agar tidak dimasukin orang, kecuali mereka yang sudah ditentukan oleh Undang Undang,” jelas dia.

Dalam konteks hukum, Andi Muhammad Yusuf menerangkan, hakim dapat mengeluarkan perintah status quo untuk melindungi pihak-pihak yang terlibat dalam konflik atau gugatan dari perubahan yang dapat merugikan salah satu pihak.

“Ketika perintah itu dikeluarkan situasinya tetap sama, sehingga kedua belah pihak tidak boleh melakukan aktivitas di obyek sengketa sampai adanya keputusan yudisial dari seorang hakim,” tandasnya. (RAN)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*