BEKASI SELATAN – Kampanye imunisasi MCR yang berlangsung di seantero Pulau Jawa sejak 1 Agustus 2017 menuai banyak reaksi masyarakat. Sebagian mendukung penuh, karena paham manfaatnya untuk menekan angka kematian anak akibat penyakit campak, dan mengurangi jumlah bayi terlahir cacat (sindrom rubella kongenital) karena ibunya terinfeksi virus rubella saat hamil.
Sebagian lainnya masih bertanya-tanya, apa tujuan kegiatan yang kesannya “mendadak” dan “dipaksakan” oleh pemerintah ini? Mengapa harus berupa program imunisasi massal yang melibatkan rentang kelompok umur cukup panjang, yaitu bayi berusia 9 bulan sampai siswa SMP berusia kurang dari 15 tahun? Ada apa di balik semua ini?
Hal ini pun dirasakan oleh Rasyad Nuruddin Liska (9), salah satu siswa Kelas 4 SDN Arenjaya 3, Kecamatan Bekasi Timur. Siswa yang baru saja divaksin ini pada Sabtu (8/8) mengalami efek samping hingga sakit kepala, panas, gatal dan berakhir dengan timbulnya bercak-bercak merah disertai nanah diduga Campak Rubella.
Akibat penyakit tersebut, suhu tubuh Rasyad pun terus tinggi. Muchlis orangtua Rasyad pun sangat kecewa dan marah. Dia menduga sakitnya Rasyad akibat pemberian vaksin MCR.
“Dari awal selesai divaksin dia (Rasyad, red) sudah merasa pusing dan panas. Awalnya saya mengira ini hanya gejala biasa saja, tidak berpikiran sampai jauh. Saya pun memberikan obat dan sembuh. Tapi, tak lama kemudian anak saya pusing dan panas lagi,” ujar Muchlis saat berbincang dengan Bekasi Ekspres, Selasa (22/8).
Dikatakannya, timbulnya bercak merah pada tubuh Rasyad sejak Sabtu (19/8) lalu, khawatir anaknya bertambah parah, Muchlis pun membawa Rasyad ke RS. Mitra Keluarga guna mendapatkan perawatan intensif.
“Wah ini mah Pak Campak Rubella,” ucap Muchlis menirukan suara dokter spesialis anak.
Menurutnya, seharusnya Dinas Kesehatan Kota Bekasi sebelum melakukan vaksin MCR lebih dahulu mensosialisasikan kepada orangtua terkait kegunaannya.
“Seharusnya pihak sekolah dan dinas terkait menyebar luaskan edaran penyuntikan (Vaksin, red) setuju atau tidak setujunya, dan memeriksa keadaan kesehatan tubuh siswa terlebih dahulu sebelum penyuntikan, ini kan gak ada sama sekali, tau-tau disuntik,” jelasnya seraya menambahkan dari informasi yang beredar di televisi, Muchlis meragui akan vaksin MCR tesebut
“Kalau sudah terjadi seperti ini mau diapakan lagi,” lirih Muchlis sambil menatap anaknya.
Diakui Muchlis, setiap harinya bercak merah dan bintik-bintik nanah semakin bertambah banyak serta panas semakin tinggi.
“Saya nih 24 jam menjaga dia, dari hari ke hari semakin bertambah bintik nanahnya, panasnya sendiri kadang 38 sampai 39 derajat celcius. Kalau lagi normal itu 36 derajat celcius tapi nanti naik lagi,” terangnya.
Dia pun mempertanyakan pihak RS. Mitra Keluarga yang belum memberikan keterangan pasti terkait diagnosa penyakit anaknya tersebut, karena sejak Senin (20/8) kemarin belum ada keterangan diagnosa hasil lab darah tersebut. (GUN)
Leave a Reply