CIBARUSAH – Sejumlah wali murid dari total 355 siswa baru SMA Negeri 1 Cibarusah, dibuat pusing oleh iuran wajib yang harus disetor ke sekolah. Bahkan agar dapat menjalankan kegiatan belajar mengajar secara layak, mereka harus merogoh kocek Rp. 350.000 lebih, hanya untuk membeli bangku belajar bagi putra putrinya. Padahal disaat yang sama, mereka juga diwajibkan membayar uang seragam senilai hampir sejuta rupiah.
“Itu yang kami keluhkan (uang bangku-red). Masa kita kudu beli meja kursi baru untuk anak kita. Ampe segitunya ya,” ungkap salah satu wali murid yang meminta identitasnya disembunyikan.
Meski begitu, dirinya mengaku pasrah atas keputusan pihak sekolah. Sebab yang terpenting menurutnya adalah putranya bisa melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dengan baik. “Yang penting anak saya bisa sekolah disitu, itu yang paling penting bagi kami. Makanya, setelah rapat komite kemarin Jum’at, saya langsung membayar semua iuran itu, walaupun sebenarnya masih merasa janggal sampai sekarang,” ujarnya.
Hal senada diungkap wali murid lainnya. Ia mengaku, meskipun dalam kuitansi meubeler disebutkan iuran sukarela, namun pada saat pembahasan rapat komite sekolah, pihak sekolah mendesak wali murid wajib membayar iuran pengadaan meja kursi tersebut. “Ngelesnya sih karena bantuan operasional sekolah hanya cukup untuk membangun unit gedung baru, tanpa meja kursi. Makanya, kita yang tahun ini bertepatan dengan penerimaan siswa baru yang disuruh nanggung belanjanya,” cetusnya.
Pria berusia 50 tahun itu menambahkan, harus ada jaminan dari pihak sekolah atas uang yang disetorkan para wali murid untuk pengadaan meubeler. Karena, saat dirinya menanyakan ke pihak sekolah apakah dapat dipastikan nanti anaknya nanti mendapat meja kursi baru, pihak sekolah seperti ragu untuk menjawabnya.
“Saya kan nanya, kalau kita belikan meja kursi baru, maka nanti anak saya pasti dapat meja kursi baru? Logis kan, tapi pihak sekolah kaya ragu gitu jawabnya,” tutupnya.
Diketahui, orang tua siswa baru SMAN 1 Cibarusah diwajibkan membayar uang Pakaian Seragam Anak Sekolah (PSAS) sebesar Rp. 993.000, ditambah iuran meubeler senilai Rp. 358.000. Jika ditotal, proyek sekolah mencapai Rp.479.605.000 , yakni total iuran sebesar Rp. 1.351.000 dikalikan total siswa baru di sekolah tersebut.
Terpisah, anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Bekasi, Nyumarno mengatakan, mengacu regulasi yang ada, memang di dalam Permendikbud menyatakan, semua pembiayaan pendidikan menjadi tanggung jawab Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat. Anggaran tersebut harus diverifikasi kegunaannya, tidak boleh jika disebut uang bangku.
Terlebih pihaknya (Pemerintah Daerah-red), dari dahulu sudah menggratiskan pendidikan tingkat atas (SMA dan SMK-red) dengan anggaran yang lumayan besar. Bahkan, meskipun kewenangan SMA dan SMK sudah ditarik menjadi kewenangan Provinsi mulai 2017 ini, akan tetapi Pemkab Bekasi masih ikut menanggung Rp. 97 Milyar untuk SMA dan SMK yang diberikan pihaknya melalui Pemprov Jabar.
“Itu uang APBD kita lho, dengan maksud agar tetap gratis untuk pendidikan SMA dan SMK meskipun kewenangan ada di Propinsi,” cetusnya.
Dia melanjutkan, sebisa mungkin anggaran yang terlalu besar seperti itu tidak boleh terjadi, karena berpeluang memberatkan orang tua wali murid. “Ada memang tanggungjawab masyarakat, namun harus dilihat lagi kegunaannya, dan sebisa mungkin jangan memberatkan orang tua wali murid,” ujarnya.
Hal itu, sambung dia, dikhawatirkan menjadi modus tidak benar, jika pungutan seperti itu tidak diawasi. “Saya mendesak Dinas Pendidikan Propinsi Jabar melalui Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi untuk mengecek kebenaran berita ini, untuk apa penggunaannya? Jangan sampai terjadi penyalahgunaan pungutan. Apabila ada penyalahgunaan pungutan biaya, bisa terancam pidana,” tutupnya.(ONE)
Leave a Reply