BANDUNG – Meski sidang lanjutan kasus Islamic Centre Kabupaten Bekasi masih berkutat di keterangan sejumlah saksi, namun hingga kini pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jabar belum juga menghadirkan mantan Bupati Bekasi, Sa’duddin, selaku penanggungjawab anggaran dan pimpinan DPRD peroide 2009-2014, yang disebut-sebut turut menentukan kebijakan serta pengusaha bernama Haji Amin. Padahal, penyidik Kejati Jabar telah melakukan pemeriksaan kepada mereka.
Salah satu penyidik kasus Islamic Centre, Intan, membenarkan telah melakukan pemeriksaan terhadap keduanya. “Kalau yang pimpinan dewan saya lupa yang mana orangnya, kan ada 5 orang penyidik waktu itu dan itu sudah beberapa tahun yang lalu. Kalau pak Sa’dudin dan Haji Amin saya ingat, saya ingat pernah periksa mereka,” bebernya, saat ditemui, Senin (9/1).
Namun saat ditanya mengapa ketiga orang itu belum dijadikan saksi hingga kini, dirinya mengaku kalau hal itu bukan menjadi kewenangannya, melainkan JPU. “Saya kan dulu cuma menyidik, tugasnya melakukan pemeriksaan. Kalau sudah disidang, itu wewenang JPU,” singkatnya.
Ketua Tim JPU Kejati Jabar, Cut Leli mengatakan, pihaknya telah mengirim undangan kepada sejumlah pihak yang diduga terkait dengan kasus pembangunan gedung umat Muslim milik Kabupaten Bekasi itu.”Total ada sekitar 30 saksi yang akan kami hadirkan,” ujarnya, jelang persidangan.
Namun saat ditanya perihal ketiga saksi yang dimaksud, Cut enggan membeberkannya. “Saya tidak bisa mengatakannya sekarang. Ini kan sudah sidang, jadi dipantau saja. Ya kalaupun mereka sudah diperiksa penyidik, ‘mungkin’ itu di tahap satu,” jelasnya.
Statement itu jelas bertolak belakang dengan apa yang diutarakan Cut sebelumnya. Dari 30 saksi diatas, kata dia sebelumnya, Mantan Bupati Bekasi berinisial S, pengusaha berinisial A, serta Mantan Ketua DPRD Kabupaten Bekasi berinisial M, masuk dalam daftar saksi yang akan dihadirkan pada sesi sidang selanjutnya. “Ya. Pokoknya semua yang diduga terkait pembangunannya. Termasuk ketiganya (S, A, dan M),” bebernya kala itu.
Terpisah, penasehat hukum terdakwa Porkas Pardamean Harahap, Erik Faat, menyesalkan hal itu. “Saya tidak tahu mengapa tim jaksa belum memanggil yang bersangkutan (Sa’duddin dan Mustakim). Padahal, dia lah yang mempunyai kewenangan tertinggi saat itu untuk memindahkan lokasi pembangunan, bukan klien saya,” tegas Erik usai persidangan, Senin (9/1) pukul 16.00 WIB.
Erik merasa heran, mengapa JPU belum juga menghadirkan aktor-aktor intelektual yang dimaksud. Bahkan dirinya menduga, penyidik dan JPU Kejati Jabar, enggan membeberkan secara terang benderang terkait kasus ini.
“JPU sepertinya hanya fokus dan bersemangat untuk menjebloskan klien saya ke penjara. Namun tidak mau membuka secara gamblang. Ini yang saya maksud ada indikasi masuk angin,” tudingnya.
Namun demikian, Erik mengaku akan membeberkan otak dibalik kasus korupsi pembangunan gedung Islamic Centre. “Ini ada yang bermain, otaknya di belakang. Saya gak mau buka disini (media) dulu. Ini belum kami bongkar aja. Kita punya bukti-bukti, apa hebatnya pak porkas memindah-mindahkan. Sekarang saya tanya, pengguna anggaran siapa, pak porkas kan cuma kuasa pengguna anggaran. Dia dibawah siapa?,” tegasnya dengan nada tinggi.
Erik justru balik pertanyakan ‘aktor’ intelektual yang merencanakan pembangunan gedung umat islam tersebut. Sekaligus mempertegas kembali terkait kapasitas kliennya itu. “Perencanaan siapa yang bikin? Nah, pemerintah daerah dan DPRD kan. Emang pak porkas bisa mengatur kesana? Gak mungkin bawahan mindahin, itu saja yang saya bilangin. Ini keterlibatan siapa? Ini ada sesuatu yg gak bener soal kasus ini,” jelasnya.
Diketahui, kasus dugaan korupsi Islamic Centre Kabupaten Bekasi, telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri (PN) Bandung, dengan nomor surat pelimpahan NO.TAR 783/0.2.35/Ft.1/10/2016. Bernomor perkara, 79/Pid.Sus-TPK/2016/PN BDG, dengan terdakwa Ir. H. Porkas Pardamean Harahap, MM.
Terdakwa Porkas didakwa primair, pasal 2 ayat (1) jo 18 UU RI nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP. A. Dan subsidiair, pasal 3 jo 18 UU RI nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP. A.
Kasus dugaan korupsi ini diduga dilakukan secara berjamaah dan berpotensi besar bakal menyeret oknum-oknum intelektual lainnya, sesuai dengan fakta persidangan yang kini tengah berlangsung.(ONE)
Leave a Reply