BEKASI TIMUR – Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online yang setiap tahunnya menimbulkan masalah, menuai desakan agar pengelolaan SMA/SMK dikembalikan kepada pemerintah daerah setempat.
Pasalnya, pengelolaan SMA/SMK yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi dinilai masih bermasalah setiap tahunnya saat gelaran PPDB online. Mulai dari dugaan manipulasi data hingga praktik jual beli bangku.
Demikian diungkap Anggota DPRD Kota Bekasi dari Fraksi PDI Perjuangan, Nicodemus Godjang usai Inspeksi Mendadak (Sidak) ke SMAN 1 Kota Bekasi, Rabu (28/07/2021) kemarin.
Menurut Nico, potensi ‘permainan’ manipulasi data dan jual beli bangku pastinya terjadi di sejumlah SMA/SMK di Kota Bekasi.
“Hal itu terjadi lantaran kemampuan provinsi terbatas untuk mengawasi dan melaksanakan PPDB di setiap kabupaten/kota,” beber Nico, Kamis (29/07/2021).
Dia menegaskan, saat ini eranya otonomi daerah. Sebab, berbicara otonomi daerah bagaimana mengurus warganya (untuk) kepentingan lokal.
“Ini kan warga kami, tapi kok yang ngatur dari luar (Provinsi Jawa Barat). Ini kan sangat rancu, seperti sekarang terjadi di SMAN 1 Kota Bekasi,” ujar Nico yang juga menjabat Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda).
Nico menambahkan, regulasi saat ini ada di Provinsi Jawa Barat, meski banyak pelaporan orang tua siswa yang masuk karena adanya ‘permainan’ PPDB.
“Nah ini rancu sekali. Sebaiknya, Presiden Joko Widodo dapat mengevaluasi sistem PPDB online yang dikelola oleh provinsi agar bisa dikembalikan ke masing-masing daerah kabupaten/kota,” sebut Nico.
Ia menilai, ketika pengelolaan SMA/SMK kembali ke kabupaten/kota, maka persoalan PPDB dapat ditangani lebih serius.
“Dibandingkan Dinas Pendidikan Provinsi Jabar sejauhmana mengetahui kondisi di Kota bekasi. Nah di sinilah terjadi potensi dugaan permainan manipulasi datan dan jual beli bangku sekolah,” ucap Nico.
Nico menuturkan, sejauh ini visi dan misi pemerintah bagaimana semua anak bangsa bisa bersekolah, mendapatkan pendidikan yang layak.
“Faktanya sekarang adalah amburadul, yang punya uang bisa sekolah baik, tapi yang ngak punya uang mohon maaf tersingkir. Ini tidak ‘fair’, dan justru tidak adil,” tegas Nico.
Masih kata dia, Peraturan Gubernur Jawa Barat sudah benar, namun pelaksanaan di lapangan terjadi diskriminasi. Adapun bunyi juknis Pergub yakni minimal 50% untuk jalur zonasi, minimal 20% untuk jalur afirmasi, minimal 5% untuk jalur perpindahan tugas orang tua/wali/anak guru, minimal sekian persen untuk jalur prestasi kejuaraan.
“Karena itu tidak mungkin seluruh diawasi oleh provinsi, maka terjadilah oknum yang memanfaatkan PPDB online untuk mengambil keuntungan baik pribadi maupun golongan, bukan untuk kepentingan warga sekitar,” terang Nico.
“Padahal, dalam Petunjuk Tehnis (Juknis) sudah jelas bahwa 50% adalah warga sekitar atau zonasi jarak. Tapi faktanya tidak seperti itu,” terang Nico lagi.
Terkait sidak ke SMAN 1 Kota Bekasi, Nico menjelaskan bahwa kedatangannya untuk mengadvokasi warganya (di daerah pemilihan) yang tidak mampu karena ada kecurangan PPDB yang tengah jadi sorotan publik.
Nico menganggap persoalan ini sangat penting untuk ditindaklanjuti, karena jadi bancakan sejumlah oknum di akhir PPDB online.
Diberitakan sebelumnya, persoalan Pungutan Liar (Pungli) jual beli bangku kepada orang tua siswa di SMAN 1 dan SMKN 6 Bekasi telah disoroti sejumlah media.
Kisruh ini pun telah mendorong orang tua melaporkan praktik pungli tersebut kepada anggota DPRD Kota Bekasi.
Nico pun telah membeberkan kepada pihak sekolah soal data dan sejumlah bukti pembayaran yang dilakukan oleh sejumlah oknum.
Soal data PPDB, papar Nico, ada manipulasi seperti jalur Perpindahan Tugas Orang Tua/Wali/Anak Guru ke jalur afirmasi (KETM/Keluarga Ekonomi Tidak Mampu). Artinya, ketika kuota afirmasi 20% digunakan, maka akan hilang kuota tersebut.
“Ini tidak ‘fair’, ini manipulasi data namanya. Saya punya datanya lengkap,” tandas Nico.
Selanjutnya, diungkap Nico, soal besaran uang yang diminta sejumlah oknum mencapai Rp20 hingga 30 juta.
Namun sayangnya, saat disidak pihak sekolah belum bisa mengeluarkan data PPDB. Mereka hanya bisa membantah jika sekolah tidak melakukan jual beli bangku apa yang disangkakan anggota DPRD Kota Bekasi.
“Mereka hanya bisa membantah, tapi tidak mau membuka data, nunggu dulu kepala sekolah,” kata Nico seperti yang diucapkan Wakil Kepala SMAN 1 Bidang Kehumasan.(RED)
Leave a Reply